intermezo

Rabu, 14 November 2018

Suara jangkrik malam sayup-sayup bersahutan di iringi panggilan katak yang memanggil hujan. Seperti biasa dingin nya malam perlahan menusuk setiap tulang belulang membuat malam ini semakin mencekam cukup dalam.
Langkah gontai perlahan menyisiri tepian ladang kering,yang tak tersirami hujan hampir sepekan. Kaos oblong penuh peluh mulai terasa dingin oleh angin malam. Menyusuri tiap jengkal tanah menghilangkan rasa bosan menuju gubuk peristirahatan. Pandangan terhenti saat melihat kerumunan kunang-kunang di semak pepohonan yang menemani menerangi malam, Pemandangan yang cukup langka di liat di kota yang sudah renta oleh ketamakan manusia.
Lelah ini terbayar saat sampai di tujuan kulepas satu demi satu lelah ku dengan merebahkan tubuh di atas kursi tua di beranda.

" Darimana saja le... " suara itu terdengar membuyarkan lelah ku sejenak, suara yang tak asing di telinga ku.
" Kenapa malam baru pulang?? 
" O y tadi prapto datang mencari mu, ibu bilang kamu gak di rumah dari selepas ashar " ... 
Masih dengan terbaring belum hilang lelahku, " ada urusan apa prapto cari saya bu".. !?, Bukan nya dia pergi ke kota dg Parmin..
" Ibu gak tau di gak ngasih tau ibu..
Tadi dia kesini sendiri aja"..

"Oh..yo wes mangan..le...? 
Ibu ada masak sayur asem.. sama goreng tempe..
Kamu mandi dulu sana, abis itu langsung makan.."!!

Aksen klaten cukup kental dari seorang perempuan paruh baya, yang mempunyai jiwa baja membesarkan ku dan kedua saudara ku..
Sudah hampir 12 tahun ibu ku menjadi single parents, semenjak di tinggal ayah karena sakit asma nya. Ibu bekerja di ladang milik Pak sastro, orang kaya di kampung ku. 

Nama ku Sudirman..biasa di panggil oleh orang kampung dan teman sebaya ku Dirman. Pemuda jawa yang lahir dan besar di sebuah desa kecil klaten. Saat ini umur ku 21 tahun. Aku anak ke 2 dari 3 saudara. Kakak perempuan ku yang pertama bernama ningsih, dan sudah menikah dan di karuniai seorang anak laki-laki, dan adik perempuan ku yang bungsu bernama ayu. Dan masih kelas 2 aliyah di madrasah dekat kampung ku.
Ayah kami telah meninggal dunia sejak ayu ber umur 2 tahun, sebelum nya ayah ku kubekerja sebagai mandor di pabrik pengolahan tebu di pabrik milik pak sastro
Setelah meninggal ibu ku yang melanjutkan pekerjaan ayah di tempat pak sastro sebagai buruh tebu di kebun tebu miliknya.
Sebenar nya pak sastro ingin di berikan sepetak sawah secara percuma oleh beliau, sebagai balas jasa kepada ayah ku yang menjadi orang kepercayaan beliau. Namun ibu menolak secara halus, dengan alasan tak ingin di kasihani, karena masih sanggup bekerja. Dulu kami cukup kecewa karena penolakan ibu. Karena jika sawah itu di garap, ibu tidak perlu capek bekerja, hanya menerima hasil upah sewa oleh petani lain.
Tapi sekarang kami baru sadar bahwa penolakan itu karena sifat yang tidak ingin dikasihani oleh orang lain selama masih sanggup bekerja.

Dari sore aku membantu kepala dusun memperbaiki pintu air, karena sudah hampir seminggu tidak hujan. Warga bergotong royong membersihkan sampah yang menyangkut di pintu air.
Di kampung ku pintu air menjadi barang vital sebagai alat irigasi,baik di sawah maupun peternakan warga.

Aku mempunyai 2 orang kawan baik di kampung ku, prapto pemuda yang bekerja sebagai mandor di pabrik tebu, dan parmin honorer guru di sekolah dasar di kampung ku. Kami berteman sejak dari kecil,namun 2 tahun lalu aku merantau ke Jakarta ingin mengubah nasib ku di kota, aku bekerja di pabrik konveksi di bilangan jakarta barat. Tapi rasa rindu kepada ibu dan kampung, membuatku memutuskan untuk mengundurkan diri setelah lebaran tahun lalu. Sekarang aku hanya bekerja serabutan di kampung,sesekali membantu ibu di ladang.

Setelah hampir setengah jam aku melepaskan lelah di beranda depan, kuputuskan untuk bangun dan membersihkan sisa kotoran yang masih melekat di celana jeans ku yang kotor terkena lumpur. Aku berjalan kebelakang rumah untuk mandi disumur yang sebegian bibir nya sudah di tumbuhi lumut hijau. Gayungan pertama kubasahi kaki sembari menggosok kan sedikit sabun untuk membersihkan nya. Siraman pertama membuat tulang belulang bergetar manahan dingin nya air malam seperti menusuk, kubersihkan dan menyeka tiap ruas lengan dan kaki, rasa dingin berubah menjadi rasa segar penghilang lelah dan dahaga...

" Ini le handuk nya, nanti jangan lupa makan.. " suara lembut penuh perhatian dari ibu membuyarkan kesegaran yang membuatku bangkit mengambil dan menyimpan nya di gantung an bambu di samping ku, " o ya.. makasih bu..!!"

Setelah selesai aku mengeringkan air di tubuh, lewat pintu belakang aku masuk lewat dapur,dan membuka pintu yang terbuat dari anyaman bambu,terlihat ibu sedang meniup kompor yang bahan bakarnya menggunakan kayu menghangat kan makanan. Dapur rumahku sangatlah sederhana, ukuran 2x3 meter yang masih berlantai kan tanah,dinding nya terbuat dari anyaman bambu yang sudah agak menghitam oleh asap dapur dan ber atap kan daun rumbia. dan di pojok kanan tumpukan kayu bakar sebagai cadangan bahan bakar tertumpuk rapi. Kunaiki 2 anak tangga kecil sebagai batas dapur dan ruang tengah, ku perhatikan tiap sudut ruang, konsentrasi ku terfokus pada sudut gelap ruanganan, tersimpan rapi sepeda tua peninggalan bapak,yang beliau gunakan untuk bekerja sehari-hari, tak terurus, tetapi kenangan bersama beliau tersusun rapi diruang memori.
Di sudut lain terlihat adik ku ayu sedang menghafal sesuatu,
 " hadits bukhari muslim". Judul buku yang sedang ia dekap di dada sembari mulut nya komat kamit membaca sesuatu sambil memejamkan mata.
" Ngafalin apa dek,..?? " Tanya ku..
" Besok ada ujian hapalan hadist kak, buat ambil nilai semester.."
" Udah malam sambung besok subuh lagi, klo uda capek malah nanti gak hapal-hapal" ujar ku..
" Iya kak. " bentar lagi, nanggung kak..

" Le...nanti jangan lupa makan,nasi sama lauknya uda ibu siapin di meja"..terdengar suara ibu di belakang ku..
" Iya bu.., saya ganti baju dulu"

" Ndok...udah istirahat dulu sambung besok lagi, udah malam ni"
" Iya bu..." Jawab adik ku...

Ku buka pintu kamar ku, untuk ganti baju, terlihat poster rhoma irama menyambut ku,dan hiasan wayang kulit yang dibuat bapak, tokoh semar di pilih bapak karena beliau sangat mengidolakan tokoh tersebut,
Kata beliau tokoh semar melambangkan bijaksana, wibawa, dan welas asih.
Sangat terlihat dari sifat bapak yang menyayangi keluarga dan sangat bijaksana dalam rumah tangga,dan welas asih kepada sesama tanpa meliahat strata.

Setelah berganti baju aku menuju dapur untuk makan,perlahan kunikmati makanan yang membuat ku rindu akan kampung halaman, sembari terbayang perihal perkataan ibu tadi
" Ngapain prapto nyariin aku ya? " Gumam ku dalam hati.
Udah lah besok saja aku cari tu anak..

Setelah lima belas menit kunikmati makanan, aku beranjak kekamar untuk istirahat melepas lelah.
Suara malam menemani tidur ku..seperti nyanyian membelai mesra kelopak mata untuk terlena.

Senyum mentari pagi masuk lewat sela jendela, panas pagi mengusik mata,untuk sadarkan raga dari lamunan mimpi tak bernyawa.

Jam 7.05 jam dinding terlihat menunjukan angka, memaksa tubuh lelah ini untuk beranjak dari tempat tidur.
Masih dalam keadaan duduk, sembari melamun mengumpulkan tenaga, suara ibu membuyarkan lamunanku..

" Udah bangun le...mau ibu buat kan kopi"
" Gak usah bu, " ...jawab ku..
" Nanti saya buat sendiri aja..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar